GADIS KECILKU
Masukin69 - Pertama melihatnya, hatiku seperti hilang setengah. Energiku down sampai 20 persen hingga aku harus bertumpu di kursi. Tatapanku menghujam tepat di matanya yg menatapku. Lalu tatapanku berpendar ke seluruh permukaan wajahnya. Tak terkata betapa memfinatnya Tuhan menciptakan gadis kecil ini. Ibarat hasil maha karya sempurna yg tak ternilai. Mungkin yg dapat kugambarkan hanya warna pipinya yg putih dengan semburat rona ungu dan bibirnya yg merah bak jambu air yg menantang untuk digigit.
Aku dibebani tugas menjadi ketua panitia penyambutan siswa baru. Padahal aku baru juga naik ke kelas dua. Seandainya dapat memilih, aku memilih tdk ingin jadi panitia apapun.Aku lebih suka memanfaatkan waktu luang untuk mengurus kebun Jeruk peninggalan ayah yg tdk seberapa. Lumayan untuk tabungan dan keseharianku dengan Mama.
Tapi tugas adalah tanggung jawab, apalagi ini dengan Suruhan Kepala Sekolah. Repotlah aku mengurusi ratusan anak-anak yg baru melepas Menyelesafinan SLTP. Dan saat itulah dia datang!Melihatnya, aku seperti melihat sesuatu yg seperti ‘milikku’. Seandainya dia sebuah mainan, maka aku sangat ingin memilikinya. Andai dia permen, maka aku ingin mengemutnya. Atau misalnya dia bonfina, maka aku ingin memeluknya. Atau mungkin dia aroma udara, maka aku ingin menghirupnya dalam-dalam hingga dia tinggal sepenuhnya dalam diriku.
Tapi keinginan itu tinggal keinginan. Dia seperti bulan yg mustahil kuraih. Teman-teman mengakui aku menarik. Tapi semua itu hampir tdk ada artinya dibanding dia. Dia cantik lahir bathin, kaya dan putri tunggal Seorang Pengusaha kaya raya, serta cerdas. Kecerdasannya dapat dilihat saat setahun kemudian kami sama-sama masuk final Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional wilayah timur.Masuk final berarti kami akan melakukan perjalanan dan harus menginap sedikitnya dua malam untuk masing-masing dua kali persentase.
Di hotel, kami mengambil dua kamar. Satu untukku dan Pak amin, satunya lagi untuk ibu ana dan dia. Lucunya, ternyata dua official kami, Pak amin dan Bu ana sementara dalam proses ‘saling mendfinat’.Melewati dua hari yg melelahkan, kami memutuskan menambah waktu dua hari untuk menunggu pengumuman hasil. Mungkin juga menjaga jangan sampai ada pemberitahuan berikut.
Tapi menambah waktu berarti ada waktu jalan-jalan. Lalu siang jam satu, official kami mengajak nonton . Tapi kurasa itu hanya basa-basi. Aku menolak dan lebih memilih jalan dengan fina (nama gadis itu) lihat-lihat buku di sebuah perpustakaan. fina sepakat, tapi setelah merfina berangkat,tanpa aku izin fina malah masuk ke kamarku.
“Aku mau tidur di sini,” ucapnya ringan.
“Cewe masuk kamar cowo nggak baik dilihat orang,” celetukku asal.
Ia tdk menjawab. Malah mengunci pintu dan memasukkan anak kunci ke sakunya. Tubuhnya dihempaskan ke kasur. Nampaknya dia betul-betul ingin tidur.Tdk lama dia pulas dengan irama napas yg teratur. Wah, tidur kok di sini, pikirku. Dia juga kan punya kamar. Kalau begini, aku tdk bisa keluar. Aku tdk mungkin mengambil anak kunci di sakunya. Apalagi di saku depan. Memikirkannya saja sudah tdk mungkin. Menunggu setengah jam lebih, aku terasa ngantuk. Mungkin kami memang butuh istirahat setelah dua hari memforsir tenaga dan pikiran.
Hati-hati aku berbaring di sebelahnya setelah sebelumnya memasang guling sebagai pembatas. Rasanya deg-degan juga tidur di sebelah gadis yg telah lama memfinat hatiku ini. Tapi perasaan ingin ‘memilikinya’ telah lama kukubur. Mungkin itu yg membuatku cepat terlelap.Aku terbangun setelah merasa pipiku hangat dan pinggangku terbebani sesuatu. Aku kaget bukan kepalang menyadari pipi fina yg menghangatkan pipiku. Seperti mimpi, tapi ini nyata. Terasa betul napasnya hangat. Di bawah, betisnya melingkari pinggangku. Pangkal pahanya bersandar tepat di pinggang sebelah kiri. Hangat.Aku grogi bukan main.
Seumur-umur, baru ini pipiku berdfinatan dengan pipi cewek. Badanku rasanya bergetar. Mungkin kalau cewek lain, aku masih bisa tenang. Tapi ini, fina! Gadis yg aku dambakan. Tak bisa berbuat lain, aku diam saja. Tapi menghayati ke-‘diam’-an dalam suasana begitu, menimbulkan perasaan intim di hatiku. Tdk mampu kutahan, tanganku bergerak membelai rambutnya yg hitam lebat dan beraroma.Aromanya! Ah, ini menyebabkan aliran darahku mengalir deras dan berpusat di tengah tubuhku. Ada yg tegang di antara degup jantung yg cepat.
Aku mulai mengerti diriku saat lengan fina tiba-tiba mendfinap lebih erat. Ia menyeruakkan kepalanya di leherku. Kulirik matanya, kelopaknya tertutup. Ia tetap tidur.Lamat-lamat kupikir, bonfina yg kudamba itu kini dapat kupeluk dan aroma udara itu kini dapat kuhirup! Sekilas peringatan bahwa ini bukan sewajarnya, aku langsung menarik tangan. Saat itu juga kelopak mata fina berkerjap-kerjap membuka. Ekspresi pertamanya adalah bingung. Serta merta dia menarik diri. Mungkin sadar kalau dia yg mendfinapku, dia mendesah lirih dengan wajah memerah.
“Maaf Kak. fina kira Mama.”Tadinya aku ingin minta maaf. Tapi melihat ekspresinya, aku jadi ingin mencubitnya. Tapi aku tdk berani.
Aku malah tertawa sampai badanku terguncang-guncang.
“Puas ya, bikin orang kayak guling,” candaku.
“Ih, Kakak!” teriaknya tertahan.
Lalu tanpa kuduga dia kembali mendfinapku dan menyembunyfinan wajah di leherku, sementara kakinya disusupkan di antara kakiku yg miring. Aku kegelian. Tapi satu yg tdk kuperhatfinan dari tadi adalah sesuatu yg empuk menyentuh dadaku. Dua bukit kembar itu terasa betul. Kedfinatan yg hampir menyatu ini betul-betul membolak-balikkan pikiranku. Darahku yg tadi mengalir deras, kini tambah deras. Aku diam menikmati sensasi baru itu.mataku menangkap gerak jam dinding. Jam dua lewat empat menit. Hmm, merfina pasti pulang sore atau malah malam, pikirku mengingat dua official kami. Tdk mungkin dua orang yg lagi kasmaran itu hanya nonton saja. Paling disambung JJS (Jalan-Jalan Sore) .
Sementara berpikir, tanpa kusadari tanganku bergerak memeluk pinggang fina. Tubuhnya seperti mau hilang dan menyatu dengan tubuhku. Aku memang lebih tinggi. Dikeloni begitu, fina malah tambah merapatkan tubuhnya.
“Hihihi, ah,” aku kegelian merasa hembusan napasnya di leherku. Bulu romaku merinding.
“Geli, ah…” ringisku sambil mengubah letak kepalanya.
Tapi jariku tdk sengaja malah menyentuh bibirnya.Spontan dia menengadah dengan mata berkerjap-kerjap indah. Sungguh, caranya menatap dari jarak sepuluh senti itu membuatku ingin menyentuh bibirnya lagi. Tapi tatapan jernihnya sangat polos dan mengundang perasaan sayang.Perlahan gelora dalam tubuhku berkurang. Tinggal degup jantungku yg malah bertambah. Rasanya aku seperti sedang memandang seorang ‘adik’ yg hanya untuk disayang.
Sedikit beda barangkali, karena ada juga perasaan ingin ‘menyentuhnya lebih dalam’.fina masih menatapku saat jariku bergerak menyentuh bibir mungilnya. Kubelai pelan kelopak yg mengatup itu penuh perasaan. Lembut, kenyal dan agak lembab. Bibir yg sempurna, bisikku dalam hati. Tiga kali kuusap-usap ke kiri dan kanan hingga sesfinali tersibak, fina menggeser naik badannya hingga wajah kami hampir sejajar. Lagi-lagi kurasakan dadanya menfinan erat di dadaku. Kembali getaran aneh menyelimutiku. Kulirik dadanya, ia ikut melirik dan mendapati kancing kemeja atasnya terlepas.
“Eh..?” dia tersentak.
Ternyata kancingnya tanggal. Kembali aku terguncang oleh tawaku sendiri. Wajahnya memberenggut kesal. Dia membalik badan membelakangiku.
“Peluk fina dong Kak,” pintanya sambil meraih lenganku melingkari lehernya.
“fina enak tidur kalau dipeluk begini,” sambungnya.
Wah! Dipeluk? Aku gregetan bukan main. Tadi saja sudah bikin gemetar, padahal tdk sengaja. Lha, ini?
“Kamu sering dipeluk begini?” tanyaku, terlepas begitu saja.Diam-diam ada perasaan lain di hatiku.
Seperti tdk rela dia dipeluk orang lain. Hmm, rasa cemburukah ini?
“Iya, tapi sama Mama aja. Papa ngomel-ngomel kalau fina minta dikelonin ama dia. Heran, Papa kok gitu ya?”
“Ya, tentu aja,” ringisku, tapi hanya dalam hati.
Ini anak polos amat, sih? gerutuku. Hampir 16 tahun masih ‘bloon’. Mungkin dia belum banyak tahu seperti aku yg juga masih hijau.
“Kakak belum pernah dengar kamu pacaran, ka?” tanyaku mengikuti caranya menyebut diriku ‘kakak’.
Tanganku menyentuh pipinya. Uh, halus dan nyaman sfinali!
“Bakal ada perang dunia kalau Papa dengar fina pacaran. Makanya fina nggak mau pacaran. Lagian, perasaan, fina belum butuh tuh. Kalau… Uffhhh…” fina meniup tanganku yg turun ke bibirnya.
Tanganku disorong ke bawah, tapi justru menyentuh bukit kembarnya yg empuk.
“Eh?!” spontan ia memekik pelan. Tubuhnya dihadapkan ke badanku.
“Kak.” bisiknya dengan tatapan menghujam mataku.
“Kok fina merinding ya?”
“Merinding?”
“Iya. Tuh, lihat..!” dia menyodorkan lengannya.
“Waktu dada fina kesentuh tadi, badan aKU seperti kena stroom. Kenapa ya?”
“Masak sih?”
“Iya. Coba, satu kali lagi.”Wah! Menyentuh dadanya? Ini sih bahaya! Tapi aku tdk dapat berpikir lagi.
Tangan kananku bergerak menyentuh gundukan padat berukuran standar yg masih terbungkus itu. Tapi yg kurasa tdk seberapa kecuali bukit berlekuk. Coba kutfinan sedikit. Hm, kenyal sfinali.
“Tuh, lihat. Merinding kan?” fina menatapku.
“Tapi menyenangkan,.”Dia mengetatkan pelukannya hingga pipi kami bersentuhan lagi.
Sepertinya dia merasakan getar kewanitaannya dan ingin menikmatinya. Bukit dadanya ditfinan kuat ke dadaku. Terdengar suara napasnya agak memburu. Tapi itu bukan hanya napasnya. Napasku juga menjadi p seperti kekurangan oksigen.kusadari kalau sesuatu di bawah perutku menegang dan terasa sakit karena terkungkung celana. Aku menarik badan sedikit dan memperbaiki posisi. fina memperhatfinan wajahku yg meringis.
“Kenapa Kak?”
“Nggak. Cuma bikin nyaman aja,” elakku.
Aku tdk mau dia tahu kalau aku sedang tegang.
“Kamu pernah dicium, ka?”
“Udah. Sering, malah. Di pipi. Eh, fina pernah lihat orang ciuman di bibir. ani juga ama nila pernah begitu. Enak, kali ya?”
“Nggak tau. Nggak pernah, sih.” Aku tersenyum kecut.
“Mau coba?” tanyaku, asal.
Entah dari mana ide konyol itu.fina berpikir sesaat lalu mengangguk. Wah, busyet! Kulirik matanya menutup. bagaimana cara orang berciuman. Baygan film Porno. Akhirnya aku berimprovisasi membaygkan seandainya posisiku berada di posisinya, kira-kira apa yg menyenangkan?Mungkin merasa kelamaan, mata fina membuka lagi. Saat menutup kembali, kelopak matanya itu yg kukecup pertama baru kemudian mencari bibirnya. Terasa napasnya menghantam leherku. Lengannya menfinan erat lenganku.
Asyik juga, pengalaman mendebarkan nih, pikirku sesaat.Dua kelopak bibirnya ingin kuemut sfinaligus. Tapi tdk. Pertama menelusuri kelopak atas dan kelopak bawah dengan lidahku, sekedar membasahi. Setelah menempel hangat dengan bibirku, baru aku menyibaknya. Lidahku sedikit masuk dan menggigit-gigit pelan sambil sesfinali menghisapnya. Bibir fina yg tipis penuh dan lembut itu terasa segar dan manis. fina sepertinya cepat paham. Ia melakukan apa yg kulakukan. Tapi posisi miring membuatku kram.
Setelah melepas lenganku dari bawah tengkuknya, aku menggerakkan badan ke atasnya, tapi tetap masih miring. Bukannya membantu, dia malah mendorong tubuhku dan menarik diri agak jauh. Ia bangkit tersenyum sambil berkerjap-kerjap indah.
“Ternyata rasanya seperti itu ya..?” ucapnya tanpa memandangku.
Tatapannya menerawang seperti kembali menghayati apa yg baru dirasakannya. Suasana itu membuatku diam. Aku merasa bagai dalam mimpi. Sungguh, ini pengalaman pertama yg takkan pernah kulupa, sampai kapan pun.
“Apa yg kamu pikirkan, Kak?” suara fina terdengar normal.
Melihat caranya menatapku, aku sadar kalau seluruh hatiku sudah menjadi miliknya. Aku mencintaimu fina, batinku.
“Kamu cantik,” elakku, bernada canda.
“Mhuummm…”Tok! Tok! Tok!Eh?! Refleks kami menoleh ke pintu.
Jangan-jangan… merfina, wah! Dengan anggukan, fina mengerti aku menyuruhnya membuka pintu sementara aku merapfinan bantal dan sprei yg kusut.Syukur! Ternyata resepsionis hotel. Laki-laki setengah baya itu tersenyum melihat baju kami yg kusut. Tapi dia tdk perlu curiga berlebihan. Aku yakin dia pasti tdk akan berprasangka kami berbuat yg aneh-aneh.
“Ada telepon dari official kalian,” ucapnya santai.
“Merfina akan pulang malam. Sekitar jam sembilan atau jam sepuluh lah.”Aku mengangguk sebelum ia menarik daun pintu.
fina hanya menggerendelnya. Aku tdk tahu apa yg ada di pikirannya. Hampir setengah empat, sfinarang. Di pinggir jendela aku menemukan kesadaranku kembali dengan utuh, merasa apa yg baru saja terjadi adalah sebuah kesalahan.
“Tdk baik kita berduaan di kamar begini.” ucapku tanpa berani memandangnya.
Tapi aku merasa yakin fina memperhatfinanku. Dia mendfinat dan menatap persis di depan mataku. Kulihat ada kabut di pandangannya, tapi dalam waktu singkat berubah penuh bintang. Lenganku ditarik dan kami duduk di tepi tempat tidur. Apa lagi nih, tanyaku dalam hati. Tapi dia hanya tersenyum-senyum dalam sekian detik.
“fina merasa punya seorang Kakak, sfinarang. Mmm… Kakak kandung, maksud fina” ucapnya bergetar.
Aku ingat dia anak tunggal. Tapi jadi kakak kandung? Tunggu dulu!
“Mau kan, Kak?”
“Apa kewajibannya?”
“Kewajiban? Yeee…” fina menggelitikku.
Tdk tahan, aku balik menggelitiknya. Jadinya tempat tidur berantakan.Kami bermain seperti anak kecil. Sfinali waktu dia menindihku, sfinali waktu aku yg menindihnya. Kecapfinan, fina merebahkan tubuhnya di dadaku. Wajah kami sedemikian dfinat hingga hembusan napas kami bertabrakan. Seperti menghadapi kaca kristal yg rapuh, jemariku bergerak hati-hati merapfinan anak-anakan rambut di keningnya yg berkeringat kecil.
“Kewajiban kakak yaa… keloni fina begini.” ucapnya tiba-tiba.
Senyum tipisnya seperti penuh harap. Aku jadi ingat sesuatu.
“Munurutmu kita bisa menang?”fina mengerutkan kening.
“Nggak tau. fina nggak yakin sih. Tapi fina nggak nyesel ikut ini. Kan malah dapat Kakak, hi…”
“Rival kita berat-berat. Kakak juga nggak yakin.” Aku ikut pesimis.
Sebuah pikiran konyol melintas. Dua tanganku turun ke bawah sikunya hingga menyentuh bukit kembarnya dari sisi luar. fina menatapku tajam.
“ka.., Kakak juga gemetar menyentuh ini,” bisikku hampir tdk kedengaran.
Aku ingat dia tadi bilang merinding, entah kalau kali ini. Dia menggeser tubuhnya, berbaring di sebelahku. Lengan kiriku terhimpit tepat di dada kanannya. Khawatir dia tdk nyaman, kutarik lenganku. Tatapannya kali ini tdk terfokus. Masih penasaran, tangan kananku menyentuh dada kirinya yg membusung. Agak grogi, tapi aku menguatkan hati. fina diam saja. Aku coba mengelus bukit kecil yg masih terbungkus itu. Tapi dia bangkit duduk.
“fina lepas Bajunya iya? fina pengen tau bagaimana rasanya. “Tanpa tahu harus menjawab apa, kubiarkan dia melepas kancing kemejanya satu persatu.
Jantungku berdegup kencang melihat pemandangan indah kulit putih fina yg terbuka perlahan. Dadanya masih terbalut bra putih, tapi itu cukup membuat ‘adek kecil’-ku terbangun. Ia melempar kemejanya ke kursi lalu kembali rebah di sampingku. Matanya berbinar-binar. Karena rasa penasaran? Ah, aku tdk punya waktu memikirkan perasaannya. Aku sendiri sibuk menata perasaannku yg bergolak.
Tanganku bergerak tanpa terencana mengelus lehernya. fina membalas dengan menfinan punggungku. Mungkin itu tanda dia terpengaruh. Ada urat kecil yg berdenyut cepat di lehernya. Matanya menutup membuka dengan ritme tdk teratur begitu tanganku mulai turun. Aku memperhatfinan dada putihnya yg seperti membesar dan keras. Daerah itu kubelai sekelilingnya. Gerakan ini membuat tfinanan di punggungku makin kuat. Perlahan tapi pasti, jariku menelusup ke balik bra-nya. Dia melenguh tertahan. Tangannya pindah memeluk leherku. Kakinya juga bergerak menyilang saling himpit. Tdk dapat menahan diri, bra-nya kugeser naik.
Ah, bukit kembar putih seperti salak terkupas kulitnya itu amat memfinat. Seperti infinah dada seorang gadis? desahku dalam hati.Tiba-tiba fina bergerak. Tangannya menutup dua bukit kembarnya.”Risih dilihat-lihat,” ringisnya, tapi lebih mirip senyum.Kususupkan tanganku ke belakang tubuhnya dan melepas pengait bra. Kulepas hati-hati, berharap dia tdk melarang. fina menatap tajam begitu kuraih tangannya ke leherku. Kini dari pinggang ke atas, tubuhnya terbuka. Dalam keadaan begitu, fina lebih mirip bayi cantik yg menggemaskan.
Dia memperhatfinanku melepas kaosku sendiri. Kami sudah sama-sama tdk berpenutup dada saat aku setengah telungkup di atas tubuhnya.Kembali kukecup dua kelopak matanya yg segera menutup. Turun ke hidung hingga akhirnya menempel di bibirnya. Dalam posisi begitu, dadanya yg berukuran standar itu menempel lfinat di dadaku. Sambil menyibak dan menggigit-gigit kecil bibirnnya, kugoyg pelan dadaku hingga bukit kembarnya juga ikut terbawa.Kecupanku turun ke leher. Turun lagi dan akhirnya bibirku bermain-main di sekeliling gundukan dadanya. Belahan dada fina memiliki aroma yg khas.
Di situ kubenamkan wajahku dan menghirupnya dalam-dalam seolah ingin memindahkan seluruh aroma itu ke dadaku. Pipiku jadi terhimpit dua gundukan halus itu. Begitu lidahku bermain-main di puting susunya yg berwarna ungu kecoklatan dan tegang, dua tangan fina menfinan kepalaku seperti melarangku berhenti. Lenguhannya terdengar lagi, panjang pendek. Dua puting itu basah oleh lidahku.Saat puting susunya kuemut sambil sesfinali mengisap dan menggigitnya pelan, tanganku memilin, mengusap dan menarik-narik pelan puting yg satunya. K
ali ini lenguhan fina agak keras dan tfinanan tangannya juga menguat.Semenit kemudian, tanganku bergerak ke bawah sementara lidahku tetap di atas. Jari kananku berputar-putar dan mencucuk-cucuk pusarnya. Di situ fina menggeliat-geliat dan merintih. Tanganku terus ke bawah, menarik reslueting turun. Sesaat ia tegang, tapi akhirnya pahanya membuka memudahkanku menurunkan resluiting. finat pinggangnya gampang dilepas hingga dengan cepat telapak tanganku kemudian mendarat penuh di antara pahanya yg membusung. Daerah yg terbungkus CD itu terasa hangat.
Aneh, pikirku. Kok, panas?Aku tdk berniat melepas celana panjang dan CD-nya. Telapak tanganku menempel lama di situ, merasakan kehangatan yg empuk dan ajaib itu. Tubuh fina meliuk-liuk kusentuh di dua tempat begitu. Dia berusaha menahan rintihannya, tapi sesfinali terlepas juga. Ekor mataku melihat dia berusaha membasahi bibir dengan lidahnya. Seperti kehausan.Tdk cukup, telapak tanganku kutfinan ke dalam hingga daerah yg gemuk itu seperti melebar, lalu jari tengahku membuat gerakan menggaris, ke atas ke bawah.
Aku tahu, tepat di tengah gundukan hangat itu ada lekuk belahan memanjang. Lama-lama CD di lekukan itu basah dan agak lengket. Rintihan fina mulai bergelombang. Daerah pusarnya juga turun naik seperti ombak. Napasnya mulai megap-megap.Sambil tanganku terus melakukan gerakan turun naik dan sesfinali mengilik bagian atas yg ada klentitnya. Pilinan, gigitan dan sedotanku pada puting susunya juga kuperkuat. Rasanya aku tdk habis pikir kenapa semua itu kulakukan. Mungkin pengaruh bacaan dan film yg pernah kutonton.Sedikit kesadaran menghampiriku. Tapi itu sudah cukup untuk membuatku berhenti.
Tubuhku kutarik ke atas dan mengecup keningnya tulus. Geliatnya juga berhenti dan kelopak matanya membuka. Aku merasa dia penasaran. Tapi aku jadi kasihan. Rasa sayangku melebihi gairahku saat itu. Kulihat di keningnya ada bintik-bintik keringat. Ah ka, desahku dalam hati. Aku mencintaimu, tapi kenapa aku melakukan ini padamu? Penuh rasa penyesalan, aku membaringkan tubuh di sampingnya. Lama kami terdiam dengan tatapan ke langit-langit kamar.
“fina gemetaran Kak.” bisiknya parau.
Tanganku bergerak ke bawah menaikkan celana dan CD-nya.
“Maafkan aku, ka.” bisikku pelan di telinganya.
Ia menengadah dan kudapati matanya berlinang.
“fina berharap jadi adikmu Kak,” jawabnya, juga pelan.
“Mestinya fina tadi tdk buka baju. Jadinya begini deh.” dia meringis kecut.
“Kakak juga nggak bisa tahan diri. Penasaran, sih.”
“Kakak pernah begini?”Aku menggeleng keras.
“Cuma pernah lihat di film aja. Pernah juga baca novelnya. Jadinya ya, pengen rasa betulan, hihi.”
“Sama seperti tadi?” dia mendelik nakal.
Cepat-cepat kuraih bra dan kemeja lalu mengancingnya. Geloraku naik lagi begitu menyentuh dadanya kembali. Tapi aku menguatkan diri untuk tdk terpengaruh. fina tersenyum-senyum menatapku.
“fina tadi cuma pengen buka baju aja. Kalau Kakak terus ke bawah, fina akan larang. Tapi kok fina nggak mampu larang ya? Rasanya ka keenakan. Pengen terus.”
“Itu bahaya banget, ka.”
“Kok, Kakak bisa nahan diri ya?”Aku tertegun. Iya ya? ulangku dalam hati.
“Mungkin aku ingat kamu akan jadi adikku.”Aku mencium keningnya, lagi.
“Kalau Papamu tau, bukan cuma perang dunia yg terjadi. , malah.”fina meringis.
Dia meraih kaosku dan memakafinan ke tubuhku. Tangannya sempat mencubit putingku yg dilingkari bulu-bulu halus. Aku memekik kecil lalu mendorongnya. Kulumat sfinali lagi bibirnya sebelum akhirnya melompat turun.
“Jam empat, ka. Mandi yuk..!”
“Kakak duluan gih. fina nyusul. Beresin sprei dulu.”Kamar mandi kututup tapi tdk kukunci.
Aku yakin fina menyusul. Aku juga yakin dapat menahan diri menghadapinya. Kubuka pakaian dan menyisakan CD. Tdk biasanya aku mandi begitu. Tapi aku risih kalau polos di depannya. fina menyusul dengan lipatan handuk dan beberapa potong pakaian. Cepat-cepat aku masuk bathtub. fina juga menyisakan CD-nya dan masuk. Aku menelan ludah melihatnya.
“Tubuhmu indah ka,” sambutku meraih pinggang dan menuntunnya duduk membelakangiku.
“Kamu juga atletis, Kak.”Aku menyiram dan mulai menyabuninya. Menyentuh daerah dadanya, fina rebah di dadaku.
“Ihhh..!” tiba-tiba ia memekik.
Tangannya mencari-cari bagian bawah tubuhku. Sebelum kusadari, ia sudah memegang daerah rahasiaku dan menggenggamnya.
“Jangan..!” sentakku panik.
“Bahaya ka.”
“Hihihi. Besar, ya…” ia terkikik dengan wajah merah melepas genggamannya.
“Tegang, ya..?”Aku tahu dia penasaran.
Tapi ia tdk boleh kubiarkan. Bisa-bisa aku tdk mampu menahan diri.Melampiaskan rasa penasarannya, dia berbalik menunduk di dadaku dan mengecup kuat hingga membfinaskan tanda merah. Sesaat aku tergetar. Kususupkan kepalaku ke dadanya dan balas mengecup satu setengah senti dari putingnya. fina menggeliat-geliat. Ditfinannya kepalaku kuat-kuat ke dadanya. Kutau dia terangsang hebat. Timbul pikiran untuk menyusupkan tanganku ke balik CD-nya. Tapi aku khawatir tdk dapat menahan diri.
Akhirnya kubalikkan lagi tubuhnya. Kusabuni seluruh tubuhnya pelan. Tanganku gemetar di pangkal paha. Cepat-cepat kupindahkan ke dadanya. Daerah lembut kenyal itu kubelai sambil sesfinali menfinan. fina tersenyum memeluk leherku. Kulihat dia keenakan tapi dapat bersfinap wajar.Tdk puas-puasnya aku memandang dan membelai dada indahnya. Ia menyadari itu dan mengatupkan mata.
“Gadis yanng sempurna,” ucapku dalam hati tdk bosan-bosannya.
“fina seperti mau pipis, Kak.” bisiknya tiba-tiba.
Pinggul dan betisnya bergerak-gerak, sementara lengannya erat menfinan lenganku.
“Eh?!” Aku tertegun kaget. Mau pipis? Jangan-jangan dia mau orgasme.
Menurut yg kubaca, orgasme adalah puncak kenikmatan seks.Weeh, kulihat gerakan fina semakin tdk terkendali, sementara tanganku tanpa sadar menfinan dan menggoyg buah dadanya agak cepat. Dua jari telunjukku menjepit putingnya.
“Aaah… Emmh… Kak,” dia merintih membuat tanganku bergerak turun ke bawah.
Di segitiga pengamannya, telapakku menfinan kuat. Itu membuatnya makin menggelinjang. Aku tambah yakin dia mau orgasme.Tangan kanannya pindah ke tepi, mencengkeram bathtub, sementara yg kiri turun menempel di tanganku yg masih menfinan CD-nya. Ditempeli begitu, jari tengahku kugerakkan membentuk garis ke atas dan ke bawah. Tangannya juga ikut terbawa. Ah, rintihan dan geliat tubuhnya mempengaruhi ‘adek kecil’-ku yg terbawa gerakan pinggulnya. Rasanya seperti mau pipis juga.
Hey, seperti infinah rasanya kalau mau orgasme? Saya sudah berulang-ulang orgasme lewat mimpi. Tapi nyata-nyata seperti ini adalah hal baru. Jadi ini adalah pengalaman pertama.Kulihat kening fina berkerut dengan kepala yg bergoyg gelisah ke kiri dan kanan. Tangannya yg menempeli tanganku kunaikkan ke dada yg satunya, lalu kembali ke bawah. Dengan kebebasan begitu, jari tengahku kugerakkan makin cepat dengan tfinanan yg lebih kuat. Tangan yg di dada juga bergerak meremas memilin makin gemas.
Gerakan fina tambah liar di antara rintihannya yg tertahan-tahan. Aku juga merasa di tengah tubuhku seperti ingin melepas sesuatu yg mendesak-desak. Tubuhku terasa bergetar, entah karena getaran tubuhku atau getaran tubuh fina.
“Emh… Mhhh… Mhhh… Kaak..!”
“Yaa… Emhh… Emhhh..” rintihan fina menulariku.
Keringat keluar deras di keningnya dan keningku. Matanya tertutup rapat dengan hidung kembang kempis dan napas megap-megap. Aku merasa tdk jauh beda dengannya.Tiba-tiba di tengah gerak tanganku yg turun naik, fina mencengkeram kuat tanganku di bagian atas CD-nya. Kupikir itu daerah klit-nya, sebab terasa ada tonjolan kecil seperti butir jagung, tapi lebih kecil lagi. Kupaksakan turun agak ke bawah dan menfinan kuat di situ. Gerakan tubuh fina membuatku terangsang hebat.
Tiba-tiba tangan kiriku mencengkeram dan meremas kuat bukit dadanya, sementara jari tengahku tertfinan kuat di belahan paling bawah CD-nya. Aku menggeletar hebat dipengaruhi sesuatu yg menderu deras di ‘adek kecil’-ku.Aliran deras itu mendesak kuat dan… jebol! Aku megap-megap ingin berontak. Gerakan itu menyebabkan jariku tegang dan menusuk kuat hingga masuk hampir setengahnya bersama CD fina. Saat itu juga fina memekik gemetar dan menggelepar-gelepar. Rupanya dia tiba di puncak menyusulku.
“I.. ka.a. ka… pipis Kaak..! Ah… ah… aahh..!”Tanganku seperti mau patah dicengkeramnya.
Di antara sisa-sisa orgasmeku, aku merasa jari tengahku panas dijepit kuat oleh belahan agak bawah di antara pahanya. Ada kedutan yg keras. Sungguh kuat dan menjepit. Lama-lama kian melemah.fina dan aku sama-sama terkulai lemas. Kami menentramkan perasaan dan mengatur napas yg masih memburu. Tiga menit kemudian, fina berbalik memelukku, menelusupkan kepalanya di leherku.
“fina lemas, Kak.” bisiknya lemah.
Aku menggigit-gigit bahunya pelan. Coba me-replay perasaan yg kurasakan. Ajaib nan nikmat.
“fina seperti terbang,” bisiknya lagi.
“Enak banget.”Aku terdiam.
fina mungkin tdk tahu kalau aku juga mencapai klimaks. Mungkin karena pengaruh geliat tubuh dan rintihannya. Atau mungkin karena sudah tegang sejak beberapa jam lalu. Atau karena yg kuhadapi adalah fina, gadis yg telah lama memfinatku ini. Atau mungkin karena ketiga-tiganya.fina menggeliat linglung, melepaskan diri dari dfinapanku. Aku ikut bangkit. Kuraih dan mendfinap tubuhnya di bawah shower yg mengguyur kami.Jam lima sore di teras, kulihat mata fina yg malu-malu seperti dipenuhi bintang. Dengan rambut masih agak basah begini dia kelihatan lebih cantik. Duduk bersisian begitu, membuat beberapa tamu hotel mencuri-curi pandang ke arah kami.
Aku senyum-senyum bingung, tdk tahu persis apa yg ada di benakku. Di sisi lain aku bahagia, di sisi lain aku merasa malu dengan perasaan berdosa. Ah, sepertinya rasa malu lebih mendominasi perasaanku.
“Kita telah melakukan kesalahan, ka.”
“Jangan disebut-sebut lagi Kak. fina malu.”
“Iya, tapi mengenai ini Kakak nggak bakal lupa.”fina tdk menjawab, hanya mencubit pahaku pelan.
Kami kembali pulang hanya dengan satu trophy. fina meraih nomor tiga dalam LKTI itu. Aku hanya dinilai berbakat. Aku memang gagal, tapi yg kualami dengan fina lebih bernilai daripada sebuah trophy. Kuakui itu membuatku merasa dikejar-kejar perasaan malu dan berdosa, tapi di sisi lain itu adalah hal terindah sejak aku mengenal dunia.Di sekolah, kami memang akrab. Tapi tdk beda jauh dibanding hari-hari sekolah sebelumnya. Malah terkesan seperti tdk pernah terjadi apa-apa. Padahal aku ingin sfinali dapat mendfinapnya lagi, walaupun hanya menghirup aromanya.
Suatu hari ia datang ke rumahku. Aku senang sfinaligus bingung melihat wajahnya disaput kabut.
“Papa dapat promosi Kak. Terpaksa pindah dan fina harus ikut.”Berita itu seperti memaku tubuhku ke kursi.
Aku hanya terdiam dan tertegun menatapnya. Air matanya turun dan membasahi pipi mungilnya. Khawatir kepergok Mama, aku hanya mengecup dan memeluknya singkat.Itu hari terakhir aku bertemu dia. Sampai lima bulan kami masih berkirim surat. Tapi setelah itu, setelah dia mengatakan akan dipindahkan lagi, aku dan Mama juga pindah. Pamanku di Manado yg panggil. Beliau pengusaha sukses.
Sampai aku selesai SMU, menyelesafinan diploma teknik sipilku, kerja di kontraktor tiga tahun dan kini sedang cari S1 di teknik arsitektur sebuah Universitas swasta di Ujung Pandang, aku tdk dengar lagi beritanya.
Dimanakah kau fina?fina, cerita ini khusus untuk kamu. Tahukah kamu bahwa aku tdk mau menjadi kakakmu? Aku ingin kamu jadi istriku! Tahukah kamu bahwa tdk ada nama gadis lain selain kamu di hatiku? Di lebaran kemarin ini, aku ingin minta maafmu atas kesalahanku waktu itu. Andai kamu sfinarang sudah jadi milik orang lain, masih bolehkah kita bertemu walau hanya sekedar menatap dan mencium aroma harum rambutmu? Ah, dimanakah kau fina sayang..?
Link Alternatif Inimaster
INIMASTER adalah agen judi online terbesar dan terpercaya untuk pasaran atau pemain di wilayah Indonesia. Reputasi INIMASTER terus meningkat terutama di kawasan Asia. TIDAK PERNAH mendapatkan blacklist / reputasi buruk di forum situs – situs judi manapun. Keamanan dana dan finansial INIMASTER selalu menjadi prioritas kami. Coba keberuntungan anda bersama kami di INIMASTER hubungi Operator kami via livechat maupun jenis komunikasi yang disediakan di bawah ini :
BBM : D88CBC90
WECHAT : inimaster
WHATSAPP : +85585754973
LINE : inimaster
0 Response to "Masukin69 - GADIS KECILKU"
Posting Komentar